BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Kemajuan teknologi yang sedang
dihadapi oleh era modern ini tidak terlepas dari ilmu pengetahuan yang dimiliki
oleh manusia. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah dan dari manakah sumber
ilmu pengetahuan tersebut? Ada beberapa paham dari filsuf terdahulu tentang
sumber ilmu pengetahuan, diantaranya adalah rasionalisme, empirisme, dan
kritisisme. Makalah ini membahas tentang bagaimana paham empirisme dan kritisme
tersebut muncul, serta tokoh-tokoh yang menganutnya.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.2.1
Apakah pengertian teori empirisme?
1.2.2
Bagaimana teori empirisme menurut John Locke?
1.2.3
Bagaimana teori empirisme menurut David Hume?
1.2.4
Apakah pengertian teori kritisisme?
1.2.5
Bagaimana teori kritisisme menurut pandangan
Immanuel Kant?
1.3
TUJUAN
1.3.1
Mengetahui pengertian teori empirisme.
1.3.2
Mengetahui teori empirisme menurut pandangan
John Locke.
1.3.3
Mengetahui teori empirisme menurut pandangan
David Hume.
1.3.4
Mengetahui pengertian teori kritisisme.
1.3.5
Mengetahui pengertian teori kritisisme menurut
pandangan Immanuel Kant.
1.4
PENUTUP
1.4.1
Kesimpulan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Empirisme
Kata empirisme berasal dari bahasa
Yunani emperia yang berarti pengalaman. Jadi empirisme merupakan sebuah paham
yang menganggap bahwa pengalaman adalah sumber pengetahuan. Empirisme juga
berarti sebuah paham yang menganggap bahwa pengalaman manusia didapat dari
pengalaman-pengalaman yang nyata dan faktual. Pengalaman yang nyata tersebut
didapatkan dari tangkapan pancaindra manusia. Doktrin empirisme tersebut adalah
lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang
kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau
bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan
hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan
pengalaman manusia. Sehingga
pengetahuan yang didapat melalui pengalaman merupakan sebuah kumpulan
fakta-fakta.
Menurut wikipedia indonesia empirisme
berarti suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan
berasal dari pengalaman manusia. Sehingga, empirisme adalah aliran yang
menjadikan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Selain itu, empirisme juga
bisa diartikan sebagai kesan-kesan yang ditimbulkan oleh panca indera. Aliran
empirisme berkembang di Inggris mulai abad 17-18. Orang – orang yang menganut
paham ini sangat berpegang teguh bahwa pengetahuan didapatkan dari kehidupan
sehari-hari. Pengalaman didapatkan akibat dari suatu objek yang merangsang
alat-alat inderawi, yang kemudian dipahami oleh otak. Lalu akibat dari
rangsangan tersebut terbentuklah tanggapan –tanggapan mengenai objek yang telah
merangsang alat-alat inderawi. Dalam aliran filsafat ini menolak keras hubungan
sebab akibat. Karena dalam empirisme ide muncul setelah kita melihat atau
mengamati sesuatu.
Ciri-ciri pokok ajaran empirisme :
·
Teori tentang makna.
Teori pada
empirisme biaasnya dinyatakan sebagai teori tentang asal pengetahuan yaitu
asal-usul ide atau konsep. Teori ini diringkas dalam rumus Nihil est in
Intellectu Quod Non Prius Feurit in Sensu (tidak ada sesuatu di dalam pikiran
kita selain didahului oleh pengalaman).
·
Teori tentang pengetahuan
Menurut rasionalis ada bebrapa
kebenaran umum seperti setiap kejadian tertentu mempunyai sebab, dasar-dasar
matematika dan beberapa prinsip dasar etika dan kebenaran-kebenaran itu benar
dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran priori yang diperoleh
keluar intuisi rasional. Empirisme menolak hal demikian karena tidak ada
kemmapuan intuisi rasional itu. Semua kebenaran yang disebut tadi adalah
kebenaran yang diperoleh lewat observasi , jadi ia kebenran posteriori.
Ajaran –ajaran dalam empirisme :
·
Pandangan bahwa ide atau gagasan merupakan
abstraksi yang terbentuk dengan menggabungkan apa yang kita lihat.
·
Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber
pengetahuan dan bukan rasio atau akal.
·
Semua yang kita ketahui pada akhirnya
bergantung pada data inderawi.
·
Semua pengetahuan turun secara lansung dari
data inderawi.
Macam-macam empirisme:
v
Empirio-kritisisme :
·
Aliran ini bersifat subjektif – idealistik.
·
Inti ajaran “membersihkan pengertian
pengalaman” .
·
Menolak apriori (kebenaran yang sudah
ditetapkan ) dan metafisik (ghaib)
·
Pendiri : avenarius dan Mach.
v
Empirisme- logis :
·
Ada batas –batas bagi empirisme
·
Semua proporsi yang benar dapat dijabarkan
pada proporsi mengenai data inderawi.
·
Pernyataan-pernytaan mengenai hakikat
kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
v
Empirisme radikal :
·
Semua pengetahuan harus dilacak sampai pada
pengalaman inderawi.
Ajaran-ajaran pokok dari empirisme,
yaitu:
1. Pandangan bahwa semua ide atau
gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang
dialami.
2. Pengalaman inderawi adalah
satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya
bergantung pada data inderawi.
4. Semua pengetahuan turun secara
langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali
beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
5. Akal budi sendiri tidak dapat
memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman
inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk
mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
6. Empirisme sebagai filsafat pengalaman,
mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.
2.2.1 Profil John Locke
John Locke adalah filosof yang berasal dari
Inggris. Beliau dilahirkan di Wrington Somerst pada tanggal 29 Agustus 1632.
Locke belajar di Westminster School selama lima tahun yaitu pada tahun
1647-1652 Pada tahun itu juga hingga tahun 1656 ia melanjutkan studinya di
Christ Church, Oxford untuk mempelajari agama dan mendapat gelar B.A. disana.
Kemudian ia melanjutkan studinya lagi untuk mendapatkan gelar M.A.
Tahun 1664 Locke diangkat sebagai
pejabat penyensor buku-buku filsafat moral. Ia juga belajar ilmu kedokteran dan
mahir dalam bidang ini. Pada tahun 1665 bersama Sir Walter Vane ia mengikuti
sebuah misi diplomatik ke Elector Of Brandenburg tetapi kemudian ia menolak
tawaran kerja diplomat dan kembali ke Oxford. Di sana ia mengonsentrasikan
seluruh perhatiannya pada filsafat dan menemukan minat yang sama pada Earl of
Shaftesbury yang mengundang Locke untuk tinggal di London house-nya. Di sana
Locke mengembangkan ilmu politik dan filsafat sekaligus menjadi dokter pribadi
bangsawan Earl of Shaftesbury. Pada tahun 1683 Shaftesbury terancam akan
di-impeacchment karena telah melakukan pengkhianatan. Pada saat itu juga Locke
lari ke Belanda dan di sana ia menulis esai yang berjudul An Essay Concerning
Human Understanding yang diterbitkan pada tahun 1690. Setelah revolusi tahun
1688, Locke kembali ke Inggris untuk mengiringi raja Orange yang akan menjadi
Queen Mary.
Setelah tahun 1690, kesehatan Locke
menurun, tetapi beliau masih terus menulis dan melaksanakan tugas-tugasnya.
Selama tiga belas tahun terakhir, ia tinggal di Oates dan ia meninggal di sana
pada tanggal 28 Oktober 1704.
Karya-karya John Locke, antara lain:
1. A letter Concerning Toleration
(Karangan-karangan tentang toleransi) pada tahun 1689.
2. An Essay Concerning Human
Understanding ( Karangan tentang pengertian manusiawi) pada tahun 1690.
3. Two Treatises of Government (Dua
karangan tentang pemerintahan) pada tahun 1690.
2.2.2
Aliran Empirisme
John Locke
Aliran Empirisme muncul sebagai reaksi
terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran
adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang
diperoleh melalui panca indera.
John Locke, sebagai tokoh paling awal dalam
urutan empirisme Inggris, merupakan sosok yang paling konservatif. Ia merasa
menerima keraguan sementara yang diajarkan oleh Descartes sehingga ia menolak
anggapan Descartes yang menyatakan keunggulan dari “yang dipahami” adalah “yang
dirasa”. Ia hanya menerima pemikiran matematis yang pasti dan penarikan dengan
cara metode induksi.
Secara menarik Locke membandingkan budi
manusia pada saat lahir dengan tabula rasa, yaitu sebuah papan kosong yang
belum tertulis apapun, yang artinya segala sesuatu yang ada dalam pikiran
berasal dari pengalaman inderawi, tidak dari akal budi. Otak itu seperti
sehelai kertas yang masih putih dan baru melalui pengelaman inderawi itu
sehelai kertas itu diisi. Dengan ini beliau tidak hanya mau menyingkirkan
gagasan mengenai “ide bawaan”, tetapi juga untuk mempersiapkan penjelasan
bagaimana arti disusun oleh kerja keras data sensoris (indrawi). Locke
mengatakan bahwa tidak ada ide yang diturunkan, sehingga dia menolak innate
idea atau ide bawaan. Menurut Locke semua ide diperoleh dari pengalaman, dan
terdiri atas dua macam, yaitu:
1. Ide ide Sensasi, yang diperoleh dari
pancaindra seperti, melihat, mendengar, dan lain-lain.
2. Ide-ide Refleksi yang diperoleh dari
berbagai kegiatan budi seperti berpikir, percaya, dan sebagainya.
Jadi menurut Locke, apa yang kita ketahui
adalah “ide”.
Kebanyakan orang mengatakan bahwa mereka sadar
akan benda-benda. Tetapi menurut Locke objek kesadaran adalah ide. Ide adalah
“objek akal sewaktu seseorang berpikir, saya telah menggunakannya untuk
menyatakan apa saja yang dimaksud dengan fantasnya, maksud species, atau apa
saja yang digunakan budi untuk berpikir….”(Sterling Lamperch 1928 dalam Hardono
Hadi 1994).Locke juga mengatakan bahwa ide adalah “objek langsung dari
persepsi” (Sterling Lamperch 1928 dalam Hardono Hadi 1994).
2.2.3
Faktor-Faktor
Filsafat John Locke Tentang Empirisisme
Salah satu pemikiran Locke yang paling
berpengaruh di dalam sejarah filsafat adalah mengenai proses manusia
mendapatkan pengetahuan. Ia berupaya menjelaskan bagaimana proses manusia
mendapatkan pengetahuannya. Menurut Locke, seluruh pengetahuan bersumber dari
pengalaman manusia. Posisi ini adalah posisi empirisme yang menolak pendapat
kaum rasionalis yang
mengatakan sumber pengetahuan manusia yang terutama berasal dari rasio atau
pikiran manusia. Meskipun demikian, rasio atau pikiran berperan juga di dalam
proses manusia memperoleh pengetahuan. Dengan demikian, Locke berpendapat bahwa
sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran atau rasio manusia itu belum
berfungsi atau masih kosong. Situasi tersebut diibaratkan Locke seperti sebuah
kertas putih atau tabula rasa yang kemudian
mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani oleh manusia itu.
Tabula rasa adalah teori bahwa pikiran
(manusia) ketika lahir berupa “kertas kosong” tanpa aturan untuk memproses data, dan data
yang ditambahkan serta aturan untuk memrosesnya dibentuk hanya oleh pengalaman
alat inderanya. Pendapat ini merupakan inti dari empirisme Lockean.
Anggapan Locke, tabula rasa berarti bahwa pikiran individu “kosong” saat lahir,
dan juga ditekankan tentang kebebasan individu untuk mengisi jiwanya sendiri.
Setiap individu bebas mendefinisikan isi dari karakternya - namun identitas
dasarnya sebagai umat manusia tidak bisa ditukar. Dari asumsi tentang jiwa yang
bebas dan ditentukan sendiri serta dikombinasikan dengan kodrat manusia
inilah lahir doktrin Lockean tentang apa yang disebut alami. Rasio manusia
hanya berfungsi untuk mengolah pengalaman-pengalaman manusia menjadi
pengetahuan sehingga sumber utama pengetahuan menurut Locke adalah pengalaman.
Lebih
lanjut, Locke menyatakan ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman
lahiriah (sense atau eksternal sensation) dan pengalaman batiniah (internal
sense atau reflection). Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap
aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca
indra manusia. Kemudian pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki
kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara ‘mengingat’, ‘menghendaki’,
‘meyakini’, dan sebagainya. Kedua bentuk pengalaman manusia inilah yang akan
membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya.
Di dalam
proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana ini, rasio atau pikiran
manusia bersifat pasif atau belum berfungsi. Setelah pandangan-pandangan
sederhana ini tersedia, baru rasio atau pikiran bekerja membentuk
‘pandangan-pandangan kompleks’ (complex ideas). Rasio bekerja membentuk pandangan
kompleks dengan cara membandingkan, mengabstraksi, dan menghubung-hubungkan
pandangan-pandangan sederhana tersebut.
2.2.4
Pemikiran Teori
Empirisme Setelah John Locke
Menurut
George Berkeley, pengamatan terjadi bukan karena hubungan antara subjek yang
mengamati dan objek yang diamati. Pengamatan justru terjadi karena hubungan
pengamatan antara pengamatan indera yang satu dengan pengamatan indera yang
lain. Misalnya, jika seseorang mengamati meja, hal itu dimungkinkan karena
hubungan antara indera pelihat dan indera peraba. Indera penglihatan hanya
mampu menunjukkan ada warna meja, sedangkan bentuk meja didapat dari indera
peraba. Kedua indera tersebut juga tidak menunjukkan jarak antara meja dengan
orang itu, sebab yang memungkinkan pengenalan jarak adalah indera lain dan juga
pengalaman. Dengan demikian, Berkeley mengatakan bahwa pengenalan hanya mungkin
terhadap sesuatu yang konkret.
Filsuf
empiris yang terakhir adalah David Hume. David Hume (26
April, 1711 - 25
Agustus, 1776) adalah filsuf Skotlandia, ekonom, dan sejarawan. Dia
dimasukan sebagai salah satu figur paling penting dalam filosofi barat dan Pencerahan Skotlandia. Walaupun
kebanyakan ketertarikan karya Hume berpusat pada tulisan filosofi, sebagai sejarawanlah
dia mendapat pengakuan dan penghormatan. Karyanya The History of England
merupakan karya dasar dari sejarah Inggris untuk 60 atau 70 tahun sampai Karya Macaulay.
Hume
memulai filsafat dengan menyatakan bahwa manusia mempunyai dua persepsi, yaitu
kesan dan gagasan. Kesan adalah pengindraan langsung atas realitas lahiriah
sedangkan gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan semacam itu. Hume
menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari
rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah
dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu
melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression, atau kesan yang
disistematiskan ) dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran
Hume ini merupakan usaha analisis agar empirisme dapat di rasionalkan teutama
dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan (observasi )
dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian
pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan.
Hume
mengajukan tiga argumen untuk menganalisis sesuatu, pertama, ada ide
tentang sebab akibat (kausalitas). Kedua, karena kita percaya kausalitas
dan penerapannya secara universal, kita dapat memperkirakan masa lalu dan masa
depan kejadian. Ketiga, dunia luar diri memang ada, yaitu dunia bebas
dari pengalaman kita. Dari tiga dasar kepercayaan Hume tersebut, ia sebenarnya
mengambil kausalitas sebagai pusat utama seluruh pemikirannya. Ia menolak
prinsip kausalitas universal dan menolak prinsip induksi dengan memperlihatkan
bahwa tidak ada yang dipertahankan. Jadi, Hume menolak pengetahuan apriori,
lalu ia juga menolak sebab-akibat, menolak pula induksi yang berdasarkan
pengalaman. Segala macam cara memperoleh pengetahuan, semuanya ditolak. Inilah
skeptis tingkat tinggi. Sehingga Solomon menyebut Hume sebagai ultimate
skeptic. Dikarenakan sifat skeptisnya yang berlebihan Hume juga tidak
mengakui adanya Tuhan.
Terkesan agak ekstrim memang, karena teori ini mengesampingkan sama sekali
sifat-sifat bawaan seorang anak. Namun teori ini, dirasa, cenderung optimistik
karena “penganut” teori ini akan melakukan usaha-usaha yang nyata dalam
usahanya mempelajari sesuatu. Misalnya, ketika orang tua ingin anaknya menjadi
ilmuan, penganut teori ini akan membuat lingkungan yang bernuansa “ilmuan”
disekeliling anaknya. Ketika seorang tua ingin menjadikan anaknya seorang
pelukis, maka orang tua akan selalu mendekatkan anaknya kepada hal-hal yang
“berbau” lukisan misalnya, cat, kanvas, kuas, lukisan-lukisan, para pelukis
dll, tanpa melihat kecendrungan bawaan sang anak.
Meski pada nantinya ada pendapat yang lebih demokratis dengan menggabungkan
faktor genetik dengan faktor lingkungan (teori konvergensi) namun tidak dapat
dipungkiri bahwa teori empirisme dipandang masih sangat terasa
pengaruhnya hingga sekarang.
2.3 Empirisme
Menurut David Hume
2.3.1 Teori
tentang pengalaman dan sebab-akibat.
Teori Hume tentang pengalaman dimulai
dengan ide bahwa semua isi pengalaman sadar kita dapat dipecahkan menjadi dua
kategori yakni kesan dan ide. Hume mendefinisikan kesan ialah semua presepsi
kita, ketika kita mendengar , melihat , merasa, mencinta , membenci ,
menginginkan atau menghendaki. Kesan berbeda dengan ide, bukan didalam isi
tetapi di dalam kekuatan dan semangat yang keduanya menyentuh kita. Sedangkan
ide menurut Hume ialah gambar yang didasarkan pada memori kesan atau pikiran
tentang kesan, semua ide berasal dari kesan.
Disisi lain, Hume juga sangat tertarik
pada relasi sebab dan akibat karena semua pertimbangan yang berkenaan dengan
masalah fakta tampak didasarkan pada relasi sebab dan akibat. Dengan sarana
relasi itu, kita dapat melampaui bukti dari memori dan indera kita. Kadang kita
sering berfikir jika suatu peristiwa yang terjadi disebabkan oleh peristiwa
yang lain. Namun, Hume mencoba menyimpulkan bahwa kesimpulan tersebut tidak
berdasarkan pengalaman. Dengan demikian, kausalitas tidak dapat digunakan untuk
menetapkan peristiwa yang akan datang berdasarkan peristiwa yang terdahulu.
Hume menegaskan bahwa pengalaman lebih
memberi keyakinan dibanding kesimpulan, logika atau kemestian sebab – akibat.
Sebab akibat hanya hubungan yang saling berurutan saja dan secara konstan
terjadi. Pengalamanlah yang memberi informasi yang langsung dan pasti terhadap
objek yang diamati sesuai waktu dan tempat.
“Roti
yang telah saya makan , mengenyangkan saya artinya bahwa tubuh dengan bahan ini
dan pada waktu itu memiliki rahasia kekuatan untuk mengenyangkan, namun roti
tersebut belum tentu bisa menjadi jaminan yang pasti pada waktu yang akan
datang karena roti itu unsurnya telah berubah karena tercemar dan kena polusi
dan situasipun tidak sama lagi dengan makan roti yang pertama. Jadi, pengalaman
adalah sumber informasi bahwa roti itu mengenyangkan, untuk selanjutnya hanya
kemungkinan belaka bukan kepastian “.
2.3.2 Teori tentang
eksistensi Tuhan
Sebagian besar pengetahuan tentang
Tuhan adalah pengetahuan tak langsung. Tuhan hadir dalam bentuk konsep yang
diajarkan guru agama dan buku.
“ Tuhan cuma akal-akalnya akal”,
dengan kemampuan analogi , asosiasi dan imajinasinya , akal menjalin-jalinkan
berbagai pengetahuan dari kesan dan gagasan yang kita peroleh sepanjang hidup
kita. Atribut tuhan yang telah dipelajari hanyalah pengetahuan teoritis saja
atau ide. Kitalah yang menciptakan tuhan dengan menyambung-nyambungkan
kesan-kesan empiris baik, bijaksana , kasih , dll. Jika kita tidak mengenal
baik, bijaksana dll, maka kita tidak akan mempunyai ide tentang tuhan.
Ketika Hume menerapkan teori
empirismenya dalam mengkaji eksistensi Tuhan, dia mengungkapkan bahwa Tuhan
yang menurut orang rasionalisme memang sudah ada dalam alam bawaan sebenarnya
tidak nyata. Menurut Hume, pengetahuan akan Tuhan merupakan sebuah hal yang
tidak dapat dibuktikan karena tidak adanya kesan pengalaman yang kita rasakan
akan tuhan. Persoalan tuhan merupakan persoalan yang berkaitan dengan metafisika.
Pembahasan dalam metafisika tidak bisa didekati dengan pembuktian menurut
adanya suatu yang empiris dan nyata.
Selain kedua teori yang ia utarakan,
Hume juga menjadi salah satu pendukung dari metode filosofis “skeptisisme
antasenden” sebuah komponen didalam sebuah program filosofis yang luas.
Skeptisisme antasenden ialah persamaan dari keragu-raguan metologis yang
radikal. Para skeptis mempersoalkan keandalan pengetahuan (dibidang ilmu ,
moralitas , estetika atau segala bidang lain yang didalamnya orang mengklaim
kepemilikan pengetahuan termasuk metafisis), biasanya dengan menunjukkan bahwa
pondasi penegtahuan itu tidak memadai atau tidak ada.
2.4
Pengertian Kritisisme
Kritisisme adalah
filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dulu menyelidiki kemampuan
rasio dan batas-batasnya. Filsafat kritisisme adalah faham yang mengkritik
terhadap faham Rasionalisme dan faham Empirisme.
Rasionalisme adalah
paham
yang menyatakan kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan
dan analisis yang berdasarkan fakta. Filsafat Rasionalisme sangat menjunjung
tinggi akal sebagai sumber dari segala pembenaran. Segala sesuatu harus diukur
dan dinilai berdasarkan logika yang jelas. Titik tolak pandangan ini didasarkan
kepada logika matematika. Salah satu
tokoh yang menganut
paham ini adalah Blaise Pascal.
2.5
Kritisme Menurut Immanuel Kant
Immanuel Kant lahir pada tanggal 22
April 1724 di Koninsberg, Prusia, Jerman dan meninggal pada 12 Februari 1804 di Konigsberg. Beberapa karya Immanuel Kant adalah :
Menurut Kant, pengetahuan yang
dihasilkan aliran rasionalisme tercermin dalam putusan yang bersifat
analitik-Apriori. Putusan ini memang mengandung suatu kepastian dan berlaku
umum. Sedangkan pengetahuan yang dihasilkan aliran empirisme tercermin dalam
putusan Sintetik-Aposteriori . Yang sifatnya tidak tetap. Kant memadukan
keduanya dalam suatu bentuk putusan yang Sintetik-Apriori. Di dalam putusan ini,
akal budi dan pengalaman indrawi dibutuhkan serentak. Cara kita untuk
mendapatkan putusan Sintetik-Apriori, menurut Kant, syarat rasio untuk dapat
mencapai tahap rasionalitasnya yakni melewati tiga tahap. Yaitu :
a. Tahap Inderawi ; disini
peranan subjek lebih menonjol, tapi harus ada bentuk rasio murni yaitu ruang
dan waktu yang dapat diterapkan pada pengalaman. Hasil pencerapan indrawi
inderawi yang dikaitkan dengan bentuk ruang dan waktu ini merupakan fenomena
konkret. Namun pengetahuan yang diperoleh dalam bidang inderawi ini selalu
berubah-ubah tergantung pada subjek yang mengalami, dan situasi yang
melingkupinya.
b. Akal Budi ; apa yang telah
diperoleh melalui bidang inderawi tersebut untuk memperoleh pengetahuan yang
bersifat objektif-universal haruslah dituangkan ke dalam bidang akal.
c. Tahap Rasional ; pengetahuan yang
telah diperoleh dalam bidang akal itu baru dapat dikatakan sebagai putusan
Sintetik-Apriori, setelah dikaitkan dengan tiga macam ide, yaitu Tuhan (ide teologis) Jiwa (ide psikologis) dan
dunia (ide kosmologis). Namun ketiga macam ide itu sendiri tidak mungkin dapat
dicapai oleh akal pikiran manusia. Ketiga ide ini hanya merupakan petunjuk
untuk menciptakan kesatuan pengetahuan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Teori empirisme merupakan teori yang
memandang pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Teori ini muncul sebagai
reaksi terhadap aliran rasionalisme yang menyatakan bahwa sumber pengetahuan
adalah berdasarkan ratio. Tokoh-tokoh yang menganut teori ini adalah John Locke
dan David Hume. Teori kritisisme merupakan paham yang mengkritik paham
empirisme dan rasionalisme. Tokoh yang menganut paham ini adalah Immanuel Kant.