Sabtu, 26 Oktober 2013

Paham Empirisme dan Paham Kritisisme


BAB I
PENDAHULUAN

1.1               LATAR BELAKANG
Kemajuan teknologi yang sedang dihadapi oleh era modern ini tidak terlepas dari ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah dan dari manakah sumber ilmu pengetahuan tersebut? Ada beberapa paham dari filsuf terdahulu tentang sumber ilmu pengetahuan, diantaranya adalah rasionalisme, empirisme, dan kritisisme. Makalah ini membahas tentang bagaimana paham empirisme dan kritisme tersebut muncul, serta tokoh-tokoh yang menganutnya.
1.2               RUMUSAN MASALAH
1.2.1          Apakah pengertian teori empirisme?
1.2.2          Bagaimana teori empirisme menurut John Locke?
1.2.3          Bagaimana teori empirisme menurut David Hume?
1.2.4          Apakah pengertian teori kritisisme?
1.2.5          Bagaimana teori kritisisme menurut pandangan Immanuel Kant?

1.3               TUJUAN
1.3.1          Mengetahui pengertian teori empirisme.
1.3.2          Mengetahui teori empirisme menurut pandangan John Locke.
1.3.3          Mengetahui teori empirisme menurut pandangan David Hume.
1.3.4          Mengetahui pengertian teori kritisisme.
1.3.5          Mengetahui pengertian teori kritisisme menurut pandangan Immanuel Kant.

1.4               PENUTUP
1.4.1          Kesimpulan





BAB II
PEMBAHASAN


2.1          Pengertian Empirisme
Kata empirisme berasal dari bahasa Yunani emperia yang berarti pengalaman. Jadi empirisme merupakan sebuah paham yang menganggap bahwa pengalaman adalah sumber pengetahuan. Empirisme juga berarti sebuah paham yang menganggap bahwa pengalaman manusia didapat dari pengalaman-pengalaman yang nyata dan faktual. Pengalaman yang nyata tersebut didapatkan dari tangkapan pancaindra manusia. Doktrin empirisme tersebut adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia. Sehingga pengetahuan yang didapat melalui pengalaman merupakan sebuah kumpulan fakta-fakta.
Menurut wikipedia indonesia empirisme berarti suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Sehingga, empirisme adalah aliran yang menjadikan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Selain itu, empirisme juga bisa diartikan sebagai kesan-kesan yang ditimbulkan oleh panca indera. Aliran empirisme berkembang di Inggris mulai abad 17-18. Orang – orang yang menganut paham ini sangat berpegang teguh bahwa pengetahuan didapatkan dari kehidupan sehari-hari. Pengalaman didapatkan akibat dari suatu objek yang merangsang alat-alat inderawi, yang kemudian dipahami oleh otak. Lalu akibat dari rangsangan tersebut terbentuklah tanggapan –tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat-alat inderawi. Dalam aliran filsafat ini menolak keras hubungan sebab akibat. Karena dalam empirisme ide muncul setelah kita melihat atau mengamati sesuatu.
Ciri-ciri pokok ajaran empirisme :
·         Teori tentang makna.
Teori pada empirisme biaasnya dinyatakan sebagai teori tentang asal pengetahuan yaitu asal-usul ide atau konsep. Teori ini diringkas dalam rumus Nihil est in Intellectu Quod Non Prius Feurit in Sensu (tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman). 
·         Teori tentang pengetahuan
Menurut rasionalis ada bebrapa kebenaran umum seperti setiap kejadian tertentu mempunyai sebab, dasar-dasar matematika dan beberapa prinsip dasar etika dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran priori yang diperoleh keluar intuisi rasional. Empirisme menolak hal demikian karena tidak ada kemmapuan intuisi rasional itu. Semua kebenaran yang disebut tadi adalah kebenaran yang diperoleh lewat observasi , jadi ia kebenran posteriori.
Ajaran –ajaran dalam empirisme :
·         Pandangan bahwa ide atau gagasan merupakan abstraksi yang terbentuk dengan menggabungkan apa yang kita lihat.
·         Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan dan bukan rasio atau akal.
·         Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
·         Semua pengetahuan turun secara lansung dari data inderawi.
Macam-macam empirisme:
v  Empirio-kritisisme :
·         Aliran ini bersifat subjektif – idealistik.
·         Inti ajaran “membersihkan pengertian pengalaman” .
·         Menolak apriori (kebenaran yang sudah ditetapkan ) dan metafisik (ghaib)
·         Pendiri : avenarius dan Mach.
v  Empirisme- logis :
·         Ada batas –batas bagi empirisme
·         Semua proporsi yang benar dapat dijabarkan pada proporsi mengenai data inderawi.
·         Pernyataan-pernytaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
v  Empirisme radikal :
·         Semua pengetahuan harus dilacak sampai pada pengalaman inderawi.
Ajaran-ajaran pokok dari empirisme, yaitu:
1. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami.
2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
4. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
5. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
6. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.


2.2.1       Profil John Locke
John Locke adalah filosof yang berasal dari Inggris. Beliau dilahirkan di Wrington Somerst pada tanggal 29 Agustus 1632. Locke belajar di Westminster School selama lima tahun yaitu pada tahun 1647-1652 Pada tahun itu juga hingga tahun 1656 ia melanjutkan studinya di Christ Church, Oxford untuk mempelajari agama dan mendapat gelar B.A. disana. Kemudian ia melanjutkan studinya lagi untuk mendapatkan gelar M.A.
Tahun 1664 Locke diangkat sebagai pejabat penyensor buku-buku filsafat moral. Ia juga belajar ilmu kedokteran dan mahir dalam bidang ini. Pada tahun 1665 bersama Sir Walter Vane ia mengikuti sebuah misi diplomatik ke Elector Of Brandenburg tetapi kemudian ia menolak tawaran kerja diplomat dan kembali ke Oxford. Di sana ia mengonsentrasikan seluruh perhatiannya pada filsafat dan menemukan minat yang sama pada Earl of Shaftesbury yang mengundang Locke untuk tinggal di London house-nya. Di sana Locke mengembangkan ilmu politik dan filsafat sekaligus menjadi dokter pribadi bangsawan Earl of Shaftesbury. Pada tahun 1683 Shaftesbury terancam akan di-impeacchment karena telah melakukan pengkhianatan. Pada saat itu juga Locke lari ke Belanda dan di sana ia menulis esai yang berjudul An Essay Concerning Human Understanding yang diterbitkan pada tahun 1690. Setelah revolusi tahun 1688, Locke kembali ke Inggris untuk mengiringi raja Orange yang akan menjadi Queen Mary.
Setelah tahun 1690, kesehatan Locke menurun, tetapi beliau masih terus menulis dan melaksanakan tugas-tugasnya. Selama tiga belas tahun terakhir, ia tinggal di Oates dan ia meninggal di sana pada tanggal 28 Oktober 1704.
Karya-karya John Locke, antara lain:
1. A letter Concerning Toleration (Karangan-karangan tentang toleransi) pada tahun 1689.
2. An Essay Concerning Human Understanding ( Karangan tentang pengertian manusiawi) pada tahun 1690.
3. Two Treatises of Government (Dua karangan tentang pemerintahan) pada tahun 1690.

2.2.2          Aliran Empirisme John Locke
Aliran Empirisme muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera.
John Locke, sebagai tokoh paling awal dalam urutan empirisme Inggris, merupakan sosok yang paling konservatif. Ia merasa menerima keraguan sementara yang diajarkan oleh Descartes sehingga ia menolak anggapan Descartes yang menyatakan keunggulan dari “yang dipahami” adalah “yang dirasa”. Ia hanya menerima pemikiran matematis yang pasti dan penarikan dengan cara metode induksi.
Secara menarik Locke membandingkan budi manusia pada saat lahir dengan tabula rasa, yaitu sebuah papan kosong yang belum tertulis apapun, yang artinya segala sesuatu yang ada dalam pikiran berasal dari pengalaman inderawi, tidak dari akal budi. Otak itu seperti sehelai kertas yang masih putih dan baru melalui pengelaman inderawi itu sehelai kertas itu diisi. Dengan ini beliau tidak hanya mau menyingkirkan gagasan mengenai “ide bawaan”, tetapi juga untuk mempersiapkan penjelasan bagaimana arti disusun oleh kerja keras data sensoris (indrawi). Locke mengatakan bahwa tidak ada ide yang diturunkan, sehingga dia menolak innate idea atau ide bawaan. Menurut Locke semua ide diperoleh dari pengalaman, dan terdiri atas dua macam, yaitu:
1. Ide ide Sensasi, yang diperoleh dari pancaindra seperti, melihat, mendengar, dan lain-lain.
2. Ide-ide Refleksi yang diperoleh dari berbagai kegiatan budi seperti berpikir, percaya, dan sebagainya.
Jadi menurut Locke, apa yang kita ketahui adalah “ide”.
Kebanyakan orang mengatakan bahwa mereka sadar akan benda-benda. Tetapi menurut Locke objek kesadaran adalah ide. Ide adalah “objek akal sewaktu seseorang berpikir, saya telah menggunakannya untuk menyatakan apa saja yang dimaksud dengan fantasnya, maksud species, atau apa saja yang digunakan budi untuk berpikir….”(Sterling Lamperch 1928 dalam Hardono Hadi 1994).Locke juga mengatakan bahwa ide adalah “objek langsung dari persepsi” (Sterling Lamperch 1928 dalam Hardono Hadi 1994).

2.2.3          Faktor-Faktor Filsafat John Locke Tentang Empirisisme
Salah satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah filsafat adalah mengenai proses manusia mendapatkan pengetahuan. Ia berupaya menjelaskan bagaimana proses manusia mendapatkan pengetahuannya. Menurut Locke, seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia. Posisi ini adalah posisi empirisme yang menolak pendapat kaum rasionalis yang mengatakan sumber pengetahuan manusia yang terutama berasal dari rasio atau pikiran manusia. Meskipun demikian, rasio atau pikiran berperan juga di dalam proses manusia memperoleh pengetahuan. Dengan demikian, Locke berpendapat bahwa sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran atau rasio manusia itu belum berfungsi atau masih kosong. Situasi tersebut diibaratkan Locke seperti sebuah kertas putih atau tabula rasa yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani oleh manusia itu.
Tabula rasa adalah teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir berupa “kertas kosong” tanpa aturan untuk memproses data, dan data yang ditambahkan serta aturan untuk memrosesnya dibentuk hanya oleh pengalaman alat inderanya. Pendapat ini merupakan inti dari empirisme Lockean. Anggapan Locke, tabula rasa berarti bahwa pikiran individu “kosong” saat lahir, dan juga ditekankan tentang kebebasan individu untuk mengisi jiwanya sendiri. Setiap individu bebas mendefinisikan isi dari karakternya - namun identitas dasarnya sebagai umat manusia tidak bisa ditukar. Dari asumsi tentang jiwa yang bebas dan ditentukan sendiri serta dikombinasikan dengan kodrat manusia inilah lahir doktrin Lockean tentang apa yang disebut alami. Rasio manusia hanya berfungsi untuk mengolah pengalaman-pengalaman manusia menjadi pengetahuan sehingga sumber utama pengetahuan menurut Locke adalah pengalaman.
Lebih lanjut, Locke menyatakan ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman lahiriah (sense atau eksternal sensation) dan pengalaman batiniah (internal sense atau reflection). Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca indra manusia. Kemudian pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara ‘mengingat’, ‘menghendaki’, ‘meyakini’, dan sebagainya. Kedua bentuk pengalaman manusia inilah yang akan membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya.
Di dalam proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana ini, rasio atau pikiran manusia bersifat pasif atau belum berfungsi. Setelah pandangan-pandangan sederhana ini tersedia, baru rasio atau pikiran bekerja membentuk ‘pandangan-pandangan kompleks’ (complex ideas). Rasio bekerja membentuk pandangan kompleks dengan cara membandingkan, mengabstraksi, dan menghubung-hubungkan pandangan-pandangan sederhana tersebut.

2.2.4          Pemikiran Teori Empirisme Setelah John Locke
Menurut George Berkeley, pengamatan terjadi bukan karena hubungan antara subjek yang mengamati dan objek yang diamati. Pengamatan justru terjadi karena hubungan pengamatan antara pengamatan indera yang satu dengan pengamatan indera yang lain. Misalnya, jika seseorang mengamati meja, hal itu dimungkinkan karena hubungan antara indera pelihat dan indera peraba. Indera penglihatan hanya mampu menunjukkan ada warna meja, sedangkan bentuk meja didapat dari indera peraba. Kedua indera tersebut juga tidak menunjukkan jarak antara meja dengan orang itu, sebab yang memungkinkan pengenalan jarak adalah indera lain dan juga pengalaman. Dengan demikian, Berkeley mengatakan bahwa pengenalan hanya mungkin terhadap sesuatu yang konkret.
Filsuf empiris yang terakhir adalah David Hume. David Hume (26 April, 1711 - 25 Agustus, 1776) adalah filsuf Skotlandia, ekonom, dan sejarawan. Dia dimasukan sebagai salah satu figur paling penting dalam filosofi barat dan Pencerahan Skotlandia. Walaupun kebanyakan ketertarikan karya Hume berpusat pada tulisan filosofi, sebagai sejarawanlah dia mendapat pengakuan dan penghormatan. Karyanya The History of England merupakan karya dasar dari sejarah Inggris untuk 60 atau 70 tahun sampai Karya Macaulay.
Hume memulai filsafat dengan menyatakan bahwa manusia mempunyai dua persepsi, yaitu kesan dan gagasan. Kesan adalah pengindraan langsung atas realitas lahiriah sedangkan gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan semacam itu. Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisis agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan (observasi ) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan.
Hume mengajukan tiga argumen untuk menganalisis sesuatu, pertama, ada ide tentang sebab akibat (kausalitas). Kedua, karena kita percaya kausalitas dan penerapannya secara universal, kita dapat memperkirakan masa lalu dan masa depan kejadian. Ketiga, dunia luar diri memang ada, yaitu dunia bebas dari pengalaman kita. Dari tiga dasar kepercayaan Hume tersebut, ia sebenarnya mengambil kausalitas sebagai pusat utama seluruh pemikirannya. Ia menolak prinsip kausalitas universal dan menolak prinsip induksi dengan memperlihatkan bahwa tidak ada yang dipertahankan. Jadi, Hume menolak pengetahuan apriori, lalu ia juga menolak sebab-akibat, menolak pula induksi yang berdasarkan pengalaman. Segala macam cara memperoleh pengetahuan, semuanya ditolak. Inilah skeptis tingkat tinggi. Sehingga Solomon menyebut Hume sebagai ultimate skeptic. Dikarenakan sifat skeptisnya yang berlebihan Hume juga tidak mengakui adanya Tuhan.

Terkesan agak ekstrim memang, karena teori ini mengesampingkan sama sekali sifat-sifat bawaan seorang anak. Namun teori ini, dirasa, cenderung optimistik karena “penganut” teori ini akan melakukan usaha-usaha yang nyata dalam usahanya mempelajari sesuatu. Misalnya, ketika orang tua ingin anaknya menjadi ilmuan, penganut teori ini akan membuat lingkungan yang bernuansa “ilmuan” disekeliling anaknya. Ketika seorang tua ingin menjadikan anaknya seorang pelukis, maka orang tua akan selalu mendekatkan anaknya kepada hal-hal yang “berbau” lukisan misalnya, cat, kanvas, kuas, lukisan-lukisan, para pelukis dll, tanpa melihat kecendrungan bawaan sang anak.
Meski pada nantinya ada pendapat yang lebih demokratis dengan menggabungkan faktor genetik dengan faktor lingkungan (teori konvergensi) namun tidak dapat dipungkiri bahwa teori  empirisme dipandang masih sangat terasa pengaruhnya hingga sekarang.

2.3       Empirisme Menurut David Hume
2.3.1      Teori tentang pengalaman dan sebab-akibat.
Teori Hume tentang pengalaman dimulai dengan ide bahwa semua isi pengalaman sadar kita dapat dipecahkan menjadi dua kategori yakni kesan dan ide. Hume mendefinisikan kesan ialah semua presepsi kita, ketika kita mendengar , melihat , merasa, mencinta , membenci , menginginkan atau menghendaki. Kesan berbeda dengan ide, bukan didalam isi tetapi di dalam kekuatan dan semangat yang keduanya menyentuh kita. Sedangkan ide menurut Hume ialah gambar yang didasarkan pada memori kesan atau pikiran tentang kesan, semua ide berasal dari kesan.
Disisi lain, Hume juga sangat tertarik pada relasi sebab dan akibat karena semua pertimbangan yang berkenaan dengan masalah fakta tampak didasarkan pada relasi sebab dan akibat. Dengan sarana relasi itu, kita dapat melampaui bukti dari memori dan indera kita. Kadang kita sering berfikir jika suatu peristiwa yang terjadi disebabkan oleh peristiwa yang lain. Namun, Hume mencoba menyimpulkan bahwa kesimpulan tersebut tidak berdasarkan pengalaman. Dengan demikian, kausalitas tidak dapat digunakan untuk menetapkan peristiwa yang akan datang berdasarkan peristiwa yang terdahulu.
Hume menegaskan bahwa pengalaman lebih memberi keyakinan dibanding kesimpulan, logika atau kemestian sebab – akibat. Sebab akibat hanya hubungan yang saling berurutan saja dan secara konstan terjadi. Pengalamanlah yang memberi informasi yang langsung dan pasti terhadap objek yang diamati sesuai waktu dan tempat.
Roti yang telah saya makan , mengenyangkan saya artinya bahwa tubuh dengan bahan ini dan pada waktu itu memiliki rahasia kekuatan untuk mengenyangkan, namun roti tersebut belum tentu bisa menjadi jaminan yang pasti pada waktu yang akan datang karena roti itu unsurnya telah berubah karena tercemar dan kena polusi dan situasipun tidak sama lagi dengan makan roti yang pertama. Jadi, pengalaman adalah sumber informasi bahwa roti itu mengenyangkan, untuk selanjutnya hanya kemungkinan belaka bukan kepastian “.

2.3.2       Teori tentang eksistensi Tuhan
Sebagian besar pengetahuan tentang Tuhan adalah pengetahuan tak langsung. Tuhan hadir dalam bentuk konsep yang diajarkan guru agama dan buku.
“ Tuhan cuma akal-akalnya akal”, dengan kemampuan analogi , asosiasi dan imajinasinya , akal menjalin-jalinkan berbagai pengetahuan dari kesan dan gagasan yang kita peroleh sepanjang hidup kita. Atribut tuhan yang telah dipelajari hanyalah pengetahuan teoritis saja atau ide. Kitalah yang menciptakan tuhan dengan menyambung-nyambungkan kesan-kesan empiris baik, bijaksana , kasih , dll. Jika kita tidak mengenal baik, bijaksana dll, maka kita tidak akan mempunyai ide tentang tuhan.
Ketika Hume menerapkan teori empirismenya dalam mengkaji eksistensi Tuhan, dia mengungkapkan bahwa Tuhan yang menurut orang rasionalisme memang sudah ada dalam alam bawaan sebenarnya tidak nyata. Menurut Hume, pengetahuan akan Tuhan merupakan sebuah hal yang tidak dapat dibuktikan karena tidak adanya kesan pengalaman yang kita rasakan akan tuhan. Persoalan tuhan merupakan persoalan yang berkaitan dengan metafisika. Pembahasan dalam metafisika tidak bisa didekati dengan pembuktian menurut adanya suatu yang empiris dan nyata.
Selain kedua teori yang ia utarakan, Hume juga menjadi salah satu pendukung dari metode filosofis “skeptisisme antasenden” sebuah komponen didalam sebuah program filosofis yang luas. Skeptisisme antasenden ialah persamaan dari keragu-raguan metologis yang radikal. Para skeptis mempersoalkan keandalan pengetahuan (dibidang ilmu , moralitas , estetika atau segala bidang lain yang didalamnya orang mengklaim kepemilikan pengetahuan termasuk metafisis), biasanya dengan menunjukkan bahwa pondasi penegtahuan itu tidak memadai atau tidak ada.

2.4                Pengertian Kritisisme
Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya. Filsafat kritisisme adalah faham yang mengkritik terhadap faham Rasionalisme dan faham Empirisme.
Rasionalisme adalah paham yang menyatakan kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan dan analisis yang berdasarkan fakta. Filsafat Rasionalisme sangat menjunjung tinggi akal sebagai sumber dari segala pembenaran. Segala sesuatu harus diukur dan dinilai berdasarkan logika yang jelas. Titik tolak pandangan ini didasarkan kepada logika matematika. Salah satu tokoh yang menganut paham ini adalah Blaise Pascal.

2.5               Kritisme Menurut Immanuel Kant
Immanuel Kant lahir pada tanggal 22 April 1724 di Koninsberg, Prusia, Jerman dan meninggal pada 12 Februari 1804 di Konigsberg. Beberapa karya Immanuel Kant adalah :
1.       Critique of Pure Reason
3.       Critique of Judgment
Menurut Kant, pengetahuan yang dihasilkan aliran rasionalisme tercermin dalam putusan yang bersifat analitik-Apriori. Putusan ini memang mengandung suatu kepastian dan berlaku umum. Sedangkan pengetahuan yang dihasilkan aliran empirisme tercermin dalam putusan Sintetik-Aposteriori . Yang sifatnya tidak tetap. Kant memadukan keduanya dalam suatu bentuk putusan yang Sintetik-Apriori. Di dalam putusan ini, akal budi dan pengalaman indrawi dibutuhkan serentak. Cara kita untuk mendapatkan putusan Sintetik-Apriori, menurut Kant, syarat rasio untuk dapat mencapai tahap rasionalitasnya yakni melewati tiga tahap. Yaitu :
a.  Tahap Inderawi ; disini peranan subjek lebih menonjol, tapi harus ada bentuk rasio murni yaitu ruang dan waktu yang dapat diterapkan pada pengalaman. Hasil pencerapan indrawi inderawi yang dikaitkan dengan bentuk ruang dan waktu ini merupakan fenomena konkret. Namun pengetahuan yang diperoleh dalam bidang inderawi ini selalu berubah-ubah tergantung pada subjek yang mengalami, dan situasi yang melingkupinya.
b. Akal Budi ; apa yang telah diperoleh melalui bidang inderawi tersebut untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat objektif-universal haruslah dituangkan ke dalam bidang akal.
c. Tahap Rasional ; pengetahuan yang telah diperoleh dalam bidang akal itu baru dapat dikatakan sebagai putusan Sintetik-Apriori, setelah dikaitkan dengan tiga macam ide, yaitu Tuhan (ide teologis) Jiwa (ide psikologis) dan dunia (ide kosmologis). Namun ketiga macam ide itu sendiri tidak mungkin dapat dicapai oleh akal pikiran manusia. Ketiga ide ini hanya merupakan petunjuk untuk menciptakan kesatuan pengetahuan.




BAB III
PENUTUP

3.1                Kesimpulan
Teori empirisme merupakan teori yang memandang pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Teori ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme yang menyatakan bahwa sumber pengetahuan adalah berdasarkan ratio. Tokoh-tokoh yang menganut teori ini adalah John Locke dan David Hume. Teori kritisisme merupakan paham yang mengkritik paham empirisme dan rasionalisme. Tokoh yang menganut paham ini adalah Immanuel Kant.

1 komentar: